Jumat, 25 Juni 2010

WUDHU DAN SHALAT MENURUT SUNNAH NABI

WUDHU DAN SHALAT

I. PENDAHULUAN

Bersih dan suci jiwa, raga (jasmani dan rohani) merupakan dambaan setiap umat islam pada khususnya. Wudhu merupakan salah satu ibadah yang mengantarkan sucinya jasmani dan rohani seseorang yang melaksanakannya, dan menjadi salah satu syarat sahnya shalat serta wajib bagi mukallaf yang hendak melaksanakan shalat sedang ia dalam keadaan berhadas (kecil).

Shalat merupakan ibadah yang istimewa dalam agama islam, baik dilihat dari perintah yang diterima oleh Muhammad langsung dari Tuhan maupun dimensi-dimensi lain. Menurut Ash Shiddieqy, seluruh fardhu dan ibadah selain shalat diperintahkan oleh Allah swt, kepada Jibril untuk disampaikan kepada Muhammad. Hanya perintah shalat ini Jibril diperintahkan menjemput Muhammad untuk menghadap Allah, (dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj).

II. RUMUSAN MASALAH

A. WUDHU

1. Pengertian Wudhu

2. Wudhu Nabi SAW.

3. Wudhu Yang Sempurna Menurut Hadis

B. SHALAT

1. Pengertian Shalat

2. Tujuan Shalat

3. Dalil-dalil Sebagai Dasar Melaksanakan Shalat

4. Hikmah Melaksanakan Shalat

III. PEMBAHASAN

A. WUDHU

1. Pengertian Wudhu

Wudhu, menurut bahasa berarti baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudhu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki didahului dengan niat dan dilakukan dengan tertib.[1]

Perintah wudhu diberikan kepada orang yang akan mengerjakan shalat, dan menjadi salah satu dari syarat sahnya shalat, dasarnya:

Ø Firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمْ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (6)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Jika kamu junub maka Mandilah. Dan jika kamu sakit, atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu itu). Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur. ” (QS. Al-maidah: 6).[2]

Ø Hadis Nabi, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim serta Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda:

قال النبي ص م لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَاءَ.رواه البخارى ومسلم و ابوداود و الترمذى.

Artinya: “Nabi saw, bersabda: Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu apabila ia berhadas, sehingga ia berwudhu.” (HR. al-bukhari dan muslim serta abu daud dan at-tirmidzi dari abu hurairah).[3]

Allah hanya menerima shalat yang dikerjakan oleh mereka yang suci dari hadas. Karenanya, Allah swt, tidak menerima shalat mereka yang dikerjakan dalam keadaan berhadas.

2. Wudhu Nabi SAW

Wudhu Nabi saw, Yahya Ibnu Marah berkata:

سُئِلَ (عبدُاللهِ بْنِ زَيْدٍ) عَنْ وُضُوءِالنَّبِىِّ ص م فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّاءَ لَهُمْ وُضُوْءَالنَّبِيِّ ص م فَأَكْفَأَهُ عَلَى يَدَهُ مِنَ التَّوْرِ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فىِ التَّوْرِ، فََمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ بِثَلاَثِ غُرَفَاتٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا، ثُمََّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَتَيْنِ اِلىَ اْلمِرْفَقَيْنِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمََسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَمَرَةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ اِلَى اْلكَعْبَيْنِ.(رواه البخارى ومسلم).

Artinya: “Saya hadir di waktu Amar ibn Abi Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid tentang cara wudhu Nabi. Maka Abdullah menyuruh dibawakan kepadanya suatu bejana minum (suatu tempayan air dari tembaga atau batu) yang berisi air, lalu beliaupun berwudhu untuk mereka, wudhu Nabi dan beliu menuangkan air ke atas tangannya dari tempayan itu, lalu membasuh tangannya tiga kali, kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana dan bermadhmadhah, dan beristinsyaq, dan beristintsar (menghembuskan air dari hidungnya) dengan tiga cidukan. Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu membasuh mukanya tiga kali. Kemudian beliau membasuh kedua lengan dua kali hingga kedua siku. Kemudian memasukan tangannya lalu menyapu kepalanya, lalu beliau menghadapkan ke muka dengan kedua tangannya itu dan menarik kebelakang, sekali saja, kemudian membasuh kedua kakinya.”[4]

Abdullah ibn Zaid memperlihatkan kepada orang yang bertanya bagaimana Nabi berwudhu. Beliau memperlihatkan wudhunya kepada Amar ibn Hasan dan sahabat-sahabatnya. Maka mula-mulanya beliau menuangkan air dari bejana ke atas telapak tangannya. Beliau membasuh kedua tangannya hingga pergelangan tangan sebelum memasukkan tangannya kedalam bejana, tiga kali dan seterusnya.[5]

3. Wudhu Yang Sempurna

Humrah Maula Utsman ra menerangkan:

أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِاِنَاءٍ فَاَفْرَغَ عَلىَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَاثُمَّ أَدْخَلَ يَمَيْنَهُ فِى اْلاِنَاءِ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا، وَيَدَيْهِ اِلىَ اْلمَرَفَقَيْنِ ثَلاَثَ مِرَارٍ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍاِلىَ اْلكََعْبَيْنِ، ثُم قال: قال رسول الله ص م "مَنْ تَوَضَاءَ نَحَوَوُضُوْءِي هَذَا ثُمَّ صَلَى رَكْعَتَيْنِ لاَيُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنُ ذَنْبِهِ."

Artinya: “Bahwasanya Utsman memanggil orang untuk membawa kepadanya suatu bejana air. Maka beliau menuangkan ke atas dua telapak tangannya tiga kali, dan membasuh ke dua-duanya. Kemudian beliau memasukkan tangannya kedalam bejana, lalu beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidungnya. Kemudian beliau membasuh mukanya tiga kali, dan membasuh kedua lengannya hingga siku tiga kali. Kemudian beliau menyapu kepalanya. Kemudian beliau membasuh kedua kakinya tiga kali hingga mata kaki. Kemudian Utsman berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berwudhu seperti wudhu ku ini, kemudian bershalat dua rakaat tanpa berbicara dengan dirinya dalam kedua-dua rakaat itu (tidak menerawang ingatannya kemana-mana), niscaya diampunilah dosanya yang telah lalu.”[6]

Humrah ibn Aban, seorang budak Utsman yang telah dimerdekakan menerangkan, bahwasanya Utsman pada suatu hari bermaksud mengambil wudhu. Maka beliu memanggil orang untuk membawakan kepadanya suatu bejana yang berisi air untuk berwudhu, dan seterusnya seperti dalam hadis diatas.

4. Hikmah Melaksanakan Wudhu

Wudhu tidak hanya kegiatan ritual ibadah saja, tetapi mengandung berbagai hikmah baik pisik maupun sikis dll.

B. Shalat

1. Pengertian shalat

Dalam bahasa Arab perkataan “shalat” digunakan untuk beberapa arti, diantaranya digunakan untuk arti “do’a” seperti dalam firman Allah surat (At-Taubah (9): 103); digunakan untuk arti “rahmat” dan “mohon ampunan” seperti dalam firman Allah surat (Al-Ahzab (33): 43 dan 56).

Dalam istilah ilmu Fikih, shalat adalah salah satu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.[7]

2. Tujuan Shalat

Adalah suatu kenyataan bahwa tak seorang pun yang sempurna, melainkan seseorang itu serba terbatas, sehingga dalam menempuh perjalanan hidupnya yang sangat kompleks itu, ia tidak akan luput dari kesulitan dan problema.

Namun, dengan hati yang selalu ingat kepada Allah, seseorang akan mendapatkan kekuatan batin dalam menghadapi segala problema hidupnya. Akan ia hadapi segala problema hidupnya itu dengan rasa optimis, sabar dan rela. Walhasil ketenangan dan ketentraman hati yang selalu didambakan oleh setiap orang, akan selalu menemani dalam hidupnya. Dalam Al-Qur’an surat (Ar-Ra’d (13): 28), dinyatakan bahwa:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (28)

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d (13): 28).

Dengan melaksanakan shalat, seseorang menjadi ingat kepada Allah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat (Thaha (20): 14).

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (14)

Artinya: “Sungguh, aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14).

3. Dalil-dalil Sebagai Dasar Shalat:

Ø Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat: 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (56)

Artinya: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali supaya menyembah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzuriyat: 56).

Ø Al-Qur’an surat Thaha ayat 14

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (14)

Artinya: “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14).

Ø Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 5

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِين

ُ الْقَيِّمَةِ (5)

Artinya: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah: 5).

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لأَنفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّه

َ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (110)

Artinya: “Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya pahala di sisi Allah. Sungguh, Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-baqarah: 110).

Ø Al-Qur’an Surat An-nisa ayat 103:

فَإِذَا قَضَيْتُمْ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا

الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَوْقُوتاً (103)

Artinya: “Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sungguh shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-nisa: 103).

Ø Sejalan dengan firman Allah swt di atas, Nabi Muhammad saw menjelaskan:

بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لاَّاِلهَ الا اللهُ وان محمدا رسول اللهِ، وَاِقامِ الصلاةِ،

واِيْتاءِ الزكاةِ، والحَجِّ، وصَوْمٍ رمضانَ. رواه احمد والبخرى ومسلم والترمذى والنسائ عن ابن عمر.

Artinya: “Agama islam terdiri dari lima unsur, yaitu: mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad lah utusan-Nya, mengerjakan shalat, membayar zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa pada bulan ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dari Ibn Umar).

Dalam hadis lain nabi bersabda:

اَلصَّلاَةُ عِمَادُالدِّيْنِ، فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَاالدِّيْنَ، وَمَنْ عَدَمَهَا فَقَدْ هَدَمَالدِّيْنَ.

رواه البيهقى عن عمر.

Artinya: “Shalat adalah tiang agama, maka barangsiapa yang menegakkan nya berarti menegakkan agama, dan barangsiapa yang meruntuhkan nya berarti meruntuhkan agama.” (HR. Al-Baihaqi dari Umar).

اَوََّلُ مَا يُحَا سَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ، فَاِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَا ئِرُ عَمَلِهِ، وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ. رواه الطبرانى عن عمر.

Artinya: “Yang pertama kali dihitung dari amalan-amalan hamba (seseorang) pada hari kiamat ialah amalan shalat. Jika amalan shalat baik, maka baiklah seluruh amalnya dan jika amalan shalat rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.” (HR. Ath- Thabrani dari Umar).

خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى اْليَوْمِ وَالَّليْلَةِ. رواه البخارى ومسلم عن طلحة بن عبيدالله.

4. Hikmah Melaksanakan Shalat

1. Aspek Psikologi Shalat

Quraish Shihab (1992) menjelaskan bahwa kenapa “oleh-oleh” yang dibawa Rasul dari perjalanan Isra’ Mi’raj adalah kewajiban melaksanakan shalat, sebab shalat merupakan sarana penting guna mensucikan jiwa dan memelihara ruhani. Diakui oleh Nasr, bahwa ritus utama dalam agama islam adalah shalat yang akan mengintegrasikan kehidupan manusia kedalam rohaniah dan shalat ini disebut pula sebagai tiang agama, serta amal ibadah yang pertama kali akan ditimbang di hari akhirat, sekaligus menjadi ciri islam dan juga pembeda antara si kafir dan si muslim.[8]

Menurut Dr. H. Djamaludin Ancok, Ancok dan Suroso ada beberapa aspek terapeutik yang terdapat dalam ibadah shalat, antara lain:[9]

a. Aspek olah raga, ada delapan posisi yang mempunyai manfaat yang berbeda.

b. Aspek relaksasi otot

c. Aspek relaksasi kesadaran indera

d. Aspek meditasi

e. Aspek auto sugesti/ self-hipnosis

f. Aspek pengakuan dan penyaluran (katarsis)/ komunikasi

g. Sarana pembentukan kepribadian

§ Disiplin, taat waktu, dan kerja keras

§ Mencintai kebersihan

§ Senantiasa berkata yang baik

§ Membentuk pribadi “Allahu akbar”

§ Manusia yang seimbang

§ Cinta damai, penyebar kedamaian (aspek sosial)

h. Terapi air (hydro therapy)

i. Aspek religius

§ Shalat Sebagai Tiang agama

§ Shalat sebagai salah satu tanda orang yang bertaqwa

§ Ekspresi rasa syukur kepada allah swt

§ Sarana mohon pertolongan

§ Salah satu hakikat kebaktian

§ Dll.[10]

j. Aspek kebersamaan.

k. Dll.

IV. PENUTUP

Semoga dengan menjalankan/ menegakkan shalat secara khusus dan islam secara umum akan membebaskan manusia dari berbagai macam persoalan yang melanda selama ini, baik itu dimensi fisik, psikis, sosial ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga dengan demikian masyarakat utama akan tercipta di muka bumi ini yang salah satu cirinya adalah masyarakat yang “ta’awun (tolong menolong), tanaashur (saling mendukung), taraahum (saling berkasih sayang), dan tafakul (saling menanggung.” Amien.

DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Fiqh, Jilid I, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983.

Al-qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Darus Sunnah, 2002).

Al-Bukhary 90: 2; Muslim 2: 2; Al Lu’lu wal Marjan 1: 62.

Al-Bukhary 4: 39; Muslim 2: 7; Al-Lu’lu-u wal Marjan 1: 63.

Hasbi Ash Shiddieqi, Teungku Muhammad, Mutiara Hadis 2 Thaharah dan Shalat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003).

Al-Bukhary 4: 24; Muslim 2: 3; Al-Lu’lu-u wal Marjan 1: 62.

Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, (Jakarta: LEPPENAS, 1983.

Ancok, Djamaluddin, Pengaruh Shalat Pada Kejiwaan Seseorang, 1985.

Baca: Haryanti, Sentot, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007),



[1] Ilmu Fiqh, Jilid I, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983, Hlm. 40.

[2] Al-qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Darus Sunnah, 2002), Hlm.109.

[3] Al-Bukhary 90: 2; Muslim 2: 2; Al Lu’lu wal Marjan 1: 62.

[4] Al-Bukhary 4: 39; Muslim 2: 7; Al-Lu’lu-u wal Marjan 1: 63.

[5] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqi, Mutiara Hadis 2 Thaharah dan Shalat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), Hlm. 19.

[6] Al-Bukhary 4: 24; Muslim 2: 3; Al-Lu’lu-u wal Marjan 1: 62.

[7] Ilmu Fiqih Jilid I, Hlm. 79

[8] Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, (Jakarta: LEPPENAS, 1983.

[9] Djamaluddin Ancok, Pengaruh Shalat Pada Kejiwaan Seseorang, 1985.

[10] Baca: Sentot Haryanti, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar