Jumat, 25 Juni 2010

MEMAHAMI AL-QUR'AN SECARA SERIUS

MEMAHAMI AL- QUR’An SECARA SERIUS

I. PENDAHULUAN

Al-qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dipercaya oleh mayoritas umat islam mampu menjadi pedoman hidup dan berdialog dengan berbagai situasi dan kondisi zaman dimanapun umat manusia berada, dalam kata lain al-qur’an itu shahih li kulli zaman wa makan. Namun pada realitasnya, dengan semakin kompleksnya permasalahan umat di era sekarang banyak masalah dan hukum yang belum terjawab dalam kitab suci al-qur’an.

Tetapi sangat na’if ketika kita tergesa-gesa menyimpulkan bahwa al-qur’an tidak mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi umat manusia di era sekarang, karena al-qur’an merupakan kitab yang terakhir dan diakui kesempurnaannya. Melalui resume ini, kami mencoba memaparkan pandangannya Muhammad Al-Ghazali dalam memahami al-qur’an secara serius.

II. PEMBAHASAN

1. Membandingkan Hadis dan Al-Qur’an Tentang Nazar

Ash-Shana’ani berpendapat bahwa nadzar (nadar) adalah haram. Ia berdalil dengan sebuah hadis yang dirawikan oleh Ibnu Umar bahwa Nabi saw telah melarang perbuatan nadzar. Katanya: ia tak mendatangkan suatu kebaikan. Ia tak lebih dari suatu cara untuk mengeluarkan harta orang bakhil.

Menurut Al-Ghazali, nazar yang tidak mendatangkan suatu kebaikan, ialah nazar yang berkaitan dengan persyaratan tertentu yang mirip dengan transaksi perdagangan. Adapun jenis-jenis nazar lainnya, dalam ketaatan kepada Allah SWT, sudah tentu, boleh-boleh saja. Selama memenuhi persyaratan keabsahannya menurut hukum islam (fikih).

Yang dipertanyakan di sini ialah, bagaimana Ash-Shana’ani mengharamkan semua jenis nazar sedangkan Allah SWT berfirman (dalam rangka menyebutkan sifat-sifat dari orang-orang yang baik-baik:

tbqèùqムÍõ¨Z9$$Î tbqèù$sƒsur $YBöqtƒ tb%x. ¼çnŽŸ° #ZŽÏÜtGó¡ãB ÇÐÈ

Artinya: “Mereka menunaikan Nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan: 7).

Dan firman-Nya mengenai orang-orang yang melaksanakan ibadat haji:

¢OèO (#qàÒø)uø9 öNßgsWxÿs? (#qèùqãø9ur öNèduräçR (#qèù§q©Üuø9ur ÏMøŠt7ø9$$Î È,ŠÏFyèø9$# ÇËÒÈ

Artinya: “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Al-Hajj: 29).

Al-Ghazali juga melihat ke tidak tahuan tentang al-qur’an yang keterlaluan pada pembahasan hadis yang dirawikan oleh Muslim: “Setiap binatang buas yang bertaring, diharamkan memakannya.”

Si pemberi syarah (kata Ghazali) atas hadis itu mendakwakan bahwa ia diucapkan oleh Nabi saw di Madinah. Dan dengan begitu, hadis tersebut me-nasakh-kan ayat al-qur’an yang diturunkan di Makkah yakni surat: (Al-an’am: 145).

Menurut al-Ghazali hadis di atas adalah hadis ahad dan merupakan hadis yang diperselisihkan di kalangan para sahabat. Kesimpulannya sangat na’if ketika hadis ahad dan hadis yang diperselisihkan dapat menasakh ayat suci al-qur’an.

2. Hadis Mengenai Perang

Abdullah bin ‘Aun berkata: “Aku menulis surat kepada Nafi’ untuk menanyakan apakah memang wajib menyeru kepada agama islam terlebih dahulu, sebelum melakukan penyerbuan ke daerah musuh. Maka Nafi’ menjawab suratku itu sebagai berikut: “Keharusan seperti itu hanya berlaku pada permulaan diserukannya agama islam. Nabi sendiri telah menyerbu ke perkampungan bani Mustalaq tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.”

Bahkan pada masa seperti ini, ada sebagian dari kita menonjolkan hadis yang berbunyi: “Aku diutus dengan pedang menjelang kedatangan hari kiamat, dan dijadikan rijkiku di bawah naungan tombakku. Dan jadikanlah kehinaan bagi siapa yang menyalahi perintahku.”

Menurut al-Ghazali Nafi’ telah berbuat kekeliruan dalam hal ini. Sebab, kewajiban menyeru manusia ke dalam islam terlebih dahulu, tetap berlaku, sejak masa awal islam, dan diulang-ulang setelah itu. Dalam kenyataanya, bani Mustalaq tidak diperangi kecuali setelah sampainya dakwah islam kepada mereka, lalu mereka menolakna dan memutuskan berperang.

Dipertegas pula oleh firman Allah dalam surat Al-Anfal: 58:

$¨BÎ)ur Æsù$sƒrB `ÏB BQöqs% ZptR$uŠÅz õÎ7R$$sù óOÎgøs9Î) 4n?tã >ä!#uqy 4 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûüÏYͬ!$sƒø:$# ÇÎÑÈ

Artinya: “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”

Dengan kata lain, jihad hanya berupa suatu cara dan sama sekali bukan merupakan tujuan. Dan pada saat kebebasan manusia telah merata dalam kehidupan, batang-batang tauhid telah tumbuh subur, tanpa ada yang berusaha mematahkan atau membakarnya, maka pada saat itu tidak perlu lagi terjadinya peperangan.

Tidak ada lagi perang ketika tirani telah menghilang dan keadilan merata bagi setiap orang. Itulah agama kita sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat al-qur’an yang mulia, dan sebagaimana tampak nyata dalam perjalanan hidup Rasul yang diberkahi.

Tugas risalah terakhir ini jelas tercantum pada empat tempat yang hampir sama:

1. Pembacaan wahyu illah. Yaitu penyampaian cara hidup yang dengannya kaum muslimin menjalani kehidupannya. Atau penentuan kerangka yang mencakup tugas yang mereka harus kerjakan.

2. Pendidikan bagi umat dengan mengembangkan bakat-bakat mereka yang baik dan mengekang dorongan nafsunya yang liar.

3. Penetapan hukum-hukum yang terinci sebagaimana tercantum dalam al-qur’an, sebagai aturan yang berlaku bagi individu, masyarakat dan Negara. Semua peraturan tersebut didasari oleh hikmah dan kebenaran.

Ketiga hal tersebut di atas merupakan unsur-unsur terpenting yang telah dilakukan oleh Rasulullah, pemimpin para nabi. Dengan itu beliau menghidupkan kembali warisan yang merupakan peninggalan nabi sebelumnya, dan dengan itu pula masyarakat umum tidak lagi membutuhkan berbagai filsafat duniawi ataupun aliran-aliran yang berdasarkan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsu manusia.

Kekeliruan Nafi’ ini, bukanlah kekeliruan pertama yang menyebabkan ia terjerumus ke dalamnya. Ia bahkan pernah merawikan yang lebih buruk dari itu. Yaitu pemahaman tentang QS.Al-Baqarah: 223):

öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur öä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±our šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ

Artinya: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Berkaitan dengan ayat ini Ibnu Umar bertanya: “Tahukah kamu dalam kaitan apa ayat ini diturunkan?’ aku menjawab: ‘Tidak!’ maka ia menjelaskan: ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki yang “mendatangi” istrinya pada duburnya, kemudian perbuatan itu disesalinya sendiri. Maka turunlah ayat tersebut.”

Abdullah bin Umar, dan bertanya kepadanya: “Wahai paman, benarkah apa yang di sampaikan oleh Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar berpendapat tidak ada salahnya mendatangi istri pada duburnya?” “Tidak!” jawab Abdullah bin Hasan, “Budak itu (Nafi’) telah berbohong, dan hal itu adalah salah. Adapun yang dikatakan Ibnu Umar ialah tentang di bolehkannya mendatangi istri pada farjinya walaupun dilakukan dari arah belakang.

Di masa lalu, ketika terlibat dalam peperangan melawan dua Negara besar Persia dan romawi kaum muslim memang lebih layak memperoleh kemenangan. Hal itu disebabkan mereka berhadapan dengan lawan-lawan mereka di medan pertempuran konvensional, dan dengan persenjataan yang sama. Namun kaum muslim mengungguli mereka dengan keimanan yang benar di samping pertolongan dan dukungan dari allah swt.

Kemudian, pada abad-abad kemunduran setelah itu, kaum muslim mengalami kekalahan yang memalukan dan dengan sendirinya hilang dari punggung kehidupan dunia. Mereka dikuasai oleh pikiran-pikiran yang aneh yang beranggapan bahwa ketahanan mental terhadap rangsangan kenikmatan hidup duniawi identik dengan meninggalkan dunia itu sendiri. Dan bahwa keberhasilan dalam ujian ialah dengan cara melarikan diri, bukannya memasukinya seraya melawan segala rintangan kenikmatan duniawi.

Masyarakat muslim lupa akan ajaran-ajaran al-qur’an yang menegaskan bahwa bumi diciptakan untuk manusia. Dan bahwa menguasainya merupakan bagian dari misi kehidupan di dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Tragisnya yang menggantikan kedudukan ajaran al-qur’an ini ialah pelbagai “hadis” yang membuat orang cenderung kepada hidup dalam kemiskinan dan melarikan diri dari segala bentuk kenikmatan duniawi.

Hadis-hadis seperti ini, ketika diamati secara seksama, jelas berlawanan dengan hadis-hadis lainnya yang sanad dan matannya lebih sahih, dan juga berlawanan dengan logika al-qur’an yang menjadikan jihad sebagai rukun penting guna mengawal iman dan segala bagian serta peraturannya. Walaupun demikian, hadis-hadis di atas telah mendapat peluang untuk diterima secara meluas dan berhasil mempengaruhi jalan pikiran rakyat banyak.

Pesan al-ghazali adalah milikilah lebih banyak harta daripada yang dimiliki qarun. Raihlah kekuasaan yang lebih luas daripada yang diraih sulaiman. Peganglah itu semua erat-erat di tanganmu, agar dengannya anda mampu memperkuat kebenaran ketika ia memerlukan dukungan. Kemudian anda dapat meninggalkannya dalam amal kebaikan, sebagai penebus diri anda saat maut menjelang.

Adapun memilih hidup sebagai orang miskin yang sengsara, seraya mengkhayal bahwa kehidupan seperti itu jalan menuju surga, maka ini adalah jenis kegilaan dan kenaifan.

Mari kita diskusikan beberapa hadis hadis yang dirawikan di bidang ini agar kita dapat mengetahui maksud sebenarnya.

Anas bin malik merawikan bahwa sa’ad bin abi waqqas pernah menjenguk salman al-farisi ketika ia sakit menjelang akhir hayatnya. Dilihatnya salman menangis, lalu sa’ad bertanya: mengapa anda menangis, wahai kawanku? Bukankah anda telah bersahabat dengan nabi saw, bukankah?....bukankah....? (ia menyebutkan tentang keutamaan-keutamaan salman r.a). salman menjawab: aku menangis bukannya karena cinta kepada dunia ataupun benci kepada akhirat. Akan tetapi Rasulullah pernah berpesan kepada kami, dan kini aku merasa bahwa aku telah melanggar pesannya itu.

Apa yang dipesankan kepadamu? Tanya sa’ad

Beliau berpesan agar kami mencukupkan diri dengan sekadar bekal orang yang dalam perjalanan! Dan aku merasa telah melampaui hal itu. Dan kini aku berpesan kepadamu hai sa’ad. Takutlah kepada allah setiap kali kamu menjatuhkan keputusan hukum, ketika anda membagi dan ketika anda bertekad melakukan sesuatu.

Sa’ad bin waqas yang sempat berdialog dengan salman , juga pernah mendapat bimbingan dari Rasulullah dengan sabdanya: “adalah lebih baik bagimu membuat para warismu kaya daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga terpaksa mengharapkan pemberian manusia.”

Jelas dari sabda beliau ini, bahwa meninggalkan harta warisan yang besar tidaklah termasuk dosa.

Problem yang sesungguhnya tidak terletak pada pemilikan harta yang besar jumlahnya. Tetapi dengan cara bagaimana anda memilikinya dan cara bagaimana anda membelanjakannya?

III. KESIMPULAN

Suatu hukum yang berdasarkan agama tidak boleh diambil hanya dari sebuah hadis yang terpisah dari yang lainnya. Tetapi setiap hadis harus digabungkan dengan hadis yang lainnya. Kemudian hadis-hadis yang tergabung itu dibandingkan dengan apa yang ditunjukkan oleh al-qur’an al-karim.

Al-qur’an adalah kerangka yang hanya dengan berada di dalam batasannya saja kita dapat mempraktekkan hadis, bukan melampauinya. Dan siapa saja yang berani menyatakan bahwa hadis atau sunnah lebih berwenang dari al-qur’an, atau dapat menghapus hukum-hukum di dalamnya, maka ia adalah seorang yang terpedaya oleh hawa nafsunya sendiri.

IV. PENUTUP

Demikian resume yang dapat kami buat, semoga dapat memberi tambahan ilmu pengetahuan bagi kita semua, khususnya mengenai bagaimana memahami al-qur’an secara serius.amiin. Kritik dan saran yang membangun demi perbaikan ke depan sangat kami nantikan. Mohon maaf bila banyak kesalahan.

MEMAHAMI AL-QUR’AN SECARA SERIUS

R E S U M E

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqhul Hadis

Dosen Pengampu : Bapak Dr. Zuhad, MA


Oleh :

Abdul Asep (084211001)

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar