Jumat, 25 Juni 2010

SEMBELIHAN AHL AL-KITAB

SEMBELIHAN AHL AL-KITAB

I. PENDAHULUAN

Al-qur’an menyatakan, dalam surat al-baqarah: 29: “Dia (Allah) menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi seluruhnya”. Juga dalam surat al-Jatsiyah: 13: “Dan Dia (Allah) yang telah menundukkan untuk kamu segala yang ada di langit dan di bumi semua bersumber dari-Nya.”

Bertitik tolak dari kedua ayat tersebut dan beberapa ayat lain, para ulama berkesimpulan bahwa pada prinsipnya segala sesuatu yang ada di alam raya ini adalah halal untuk digunakan, sehingga makanan yang terdapat didalamnya juga adalah halal, kecuali ada keterangan yang secara eksplisit menyatakan keharamannya.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Hukum Menyembelih Binatang

2. Syarat dan Cara Menyembelih Binatang

3. Syarat Binatang yang Disembelih

4. Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyembelihan

5. Penyembelih Ahl Al-Kitab

6. Pengertian Ahl Al-Kitab

III. PEMBAHASAN

1. Hukum Menyembelih Binatang

Menyembelih binatang yang halal dimakan, hukumnya boleh (mubah).

2. Syarat dan Cara Menyembelih

Cara menyembelih binatang darat yang dapat terkuasai, ialah:

1. Memotong urat khulqum (kerongkongan), yaitu jalan nafas dan urat mari’ (jalan makanan dibelakang khulqum)

2. Pemotongan ini dilakukan memakai benda tajam, seperti besi, kaca, emas dan perak.

3. Tidak sah menyembelih dengan tulang, gigi, dan kuku.

Maka menjadi haram dimakan, jika binatang itu mati tertimpa benda berat, baik berupa logam atau bukan, sekalipun mengucurkan darah dan memutuskan kepala. Haram dimakan menyembelih dengan alat yang tumpul yang tidak memutuskan khulqum.

Maka seyogyanya, apabila menyembelih binatang hendaknya cepat-cepat memutus urat kerongkongan sedemikian rupa, sehingga binatang itu matinya karena putus kerongkongan-nya dengan sepenuhnya.

3. Syarat Binatang yang Disembelih

1. Binatang darat yang halal dimakan

2. Binatang yang masih hidup yang rohnya masih diseluruh badannya, yang masih bersuara, melihat dan masih dapat bergerak ikhtiari, yakni bukan gerak yang digerakkan (mustaqirrah).

4. Masalah yang Berkaitan Dengan Penyembelihan

Dalam penyembelihan binatang ternak, disunatkan:

a. Memutuskan kedua urat yang ada di kiri kanan leher binatang itu.

b. Binatang yang disembelih itu hendaklah dihadapkan ke kiblat.

c. Yang menyembelih itu seorang laki-laki yang baligh berakal kalau tidak ada laki-laki, karena jauh dan sebagainya boleh perempuan. Bila tidak ada perempuan, boleh anak laki-laki yang sudah mumayyiz.

d. Membaca Nama Allah ketika menyembelih, yaitu “Bismillahirrahmanirrahim” lalu teruskan membaca shalawat kepada Nabi, yaitu: “Allahumma salli wa salim ‘ala sayyidina Muhammad”.

5. Penyembelih Ahl al-Kitab

Penyembelih Ahl Al-Kitab, yaitu orang Nasrani dan orang Yahudi boleh (halal) dimakan, seperti cornet beef (daging yang diawetkan) dan sebagainya. Berkata Ibnu Abbas tentang ayat ini, bahwa yang dimaksudkan dengan makanan mereka, disini ialah penyembelihan mereka (Riwayat Bukhari).[1]

Sebagaimana dalam firman Allah swt:

Pöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; (

Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagi kamu kaum muslimin semua yang baik-baik. Makanan, yakni binatang halal sembelihan orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagi kamu memakannya dan makanan kamu halal pula bagi mereka, sehingga kamu tidak berdosa bila memberinya kepada mereka ” [2]

Dalam ayat ini para ulama menyimpulkan bahwa penyembelihan haruslah dilakukan oleh seorang yang beragama Islam, atau Ahl Al-Kitab (Yahudi/ Nasrani).

Memang timbul perselisihan pendapat dikalangan para ulama tentang siapa yang dimaksud dengan Ahl Al-Kitab, dan apakah umat Yahudi dan Nasrani masa kini, masih wajar disebut sebagai Ahl Al-Kitab. Dan apakah selain dari mereka, seperti penganut agama Buddha dan Hindu, termasuk ke dalamnya atau tidak? Betapapun, mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama Yahudi dan Kristen masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka masih tetap halal, jika memenuhi syarat yang lain. Salah satu syarat yang lain adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain Allah.[3]

Beberapa pendapat imam Madzhab:

Ø Pendapat mazhab Maliki dan Hanafi, pada hakikatnya sama dengan pendapat diatas, hanya saja mereka memberi kelonggaran sehingga menurut mereka, kalau seorang lupa membaca nama Allah, maka hal itu dapat ditoleransi.

Ø Mazhab syafii berpendapat bahwa tidak disyaratkan menyebut nama Allah ketika menyembelih. Alasannya antara lain: ayat yang membolehkan sembelihan Ahl Al-Kitab, sementara mereka pada umumnya tidak menyebut Nama Allah dalam penyembelihan, namun demikian dihalalkan untuk kita, ini menunjukkan bahwa perintah menyebut nama Allah hanya anjuran bukan kewajiban. Atau, dengan kata lain, penyebutan nama Allah bukan syarat sahnya penyembelihan.

6. Pengertian Ahl Al-Kitab

Istilah ini disebut dalam al-qur’an sebanyak 31 kali. Ahl Al-Kitab adalah orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab Zabur, Taurat dan Injil, sesudah al-Qur’an di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.

Mengenai siapa yang termasuk golongan ahl al-kitab, ada tiga pendapat

1. Imam Syafi’i memahami Ahl Al-Kitab, sebagai orang-orang Yahudi dan Nasrani keturunan orang-orang Israel, tidak termasuk orang yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, karena Nabi Musa dan Isa hanya diutus kepada mereka bukan kepada bangsa-bangsa lain.

2. Imam Abu Hanifah dan mayoritas pakar hukum menyatakan bahwa siapapun yang mempercayai salah seorang Nabi, atau Kitab yang pernah diturunkan Allah maka ia termasuk Ahl Al-Kitab, tidak terbatas pada kelompok penganut agama Yahudi dan Nasrani.

3. Sekelompok kecil ulama salaf berpendapat bahwa setiap umat yang memiliki kitab yang dapat diduga sebagai kitab suci (samawi) maka mereka dicakup dalam pengertian Ahl Al-Kitab, seperti halnya orang-orang Majusi. Pendapat ini, menurut Imam Maududi diperluas lagi oleh para mujtahid (pakar-pakar hokum) kontemporer, sehingga mencakup pula penganut agama Buddha dan Hindu.

IV. PENUTUP

Demikian resume yang dapat kami tulis semoga dapat memperluas wawasan kita tentang ilmu-ilmu agama, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami nantikan demi pembelajaran di kemudian hari, dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA

Rifai, H. Moh, Mutiara Fiqih Jilid II, (Semarang: CV.Wicaksana, 1998).

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Volume 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2004).

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007).

SEMBELIHAN AHL AL-KITAB

RESUME

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah: Tafsir Ibadah

Dosen Pengampu: Bpk. Ahmad Taqwim, M.A

Disusun Oleh:

Abdul Asep : 084211001

FAKULAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010


[1] Drs. H. Moh Rifai, Mutiara Fiqih Jilid II, (Semarang: CV.Wicaksana, 1998), h. 688-693

[2] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Hlm. 29

[3] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), Hlm. 190.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar